Ziarah adalah sebuah film drama independen yang meditatif, puitis, dan sangat menyentuh, disutradarai oleh BW Purba Negara. Film ini tampil berbeda dari kebanyakan film Indonesia pada masanya, dengan pendekatan yang lambat, visual hitam-putih (atau warna yang desaturasi), dan fokus pada perjalanan batin karakter utamanya. Cerita berpusat pada Mbah Sri (diperankan oleh Ponco Sutiyem, seorang warga lokal non-aktor), seorang nenek berusia 95 tahun yang hidup sendirian di sebuah desa kecil di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Menjelang akhir hayatnya, Mbah Sri memiliki satu keinginan terakhir yang belum terwujud: menemukan makam suaminya, Prawiro, yang hilang saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Selama puluhan tahun, Mbah Sri tidak pernah tahu di mana suaminya dimakamkan. Dengan tekad yang kuat meskipun fisik sudah renta, Mbah Sri memulai perjalanan ziarahnya seorang diri, hanya berbekal ingatan samar dan petunjuk-petunjuk kecil dari orang-orang yang ia temui di sepanjang jalan. Perjalanannya membawanya melintasi pedesaan Jawa yang sunyi, bertemu dengan berbagai karakter lansia lain yang juga memiliki kenangan dan luka dari masa perang kemerdekaan.
Film Ziarah bukan hanya tentang pencarian makam secara fisik, tetapi lebih dalam lagi, merupakan sebuah perjalanan spiritual Mbah Sri untuk memahami makna cinta, kehilangan, kesetiaan, sejarah, dan kematian. Dialog dalam film ini minimalis, lebih banyak mengandalkan kekuatan ekspresi Mbah Sri dan lanskap pedesaan Jawa yang sunyi namun penuh makna. BW Purba Negara berhasil menciptakan sebuah karya yang kontemplatif dan menggugah rasa kemanusiaan. Penampilan Mbah Ponco Sutiyem yang sangat natural dan otentik menjadi jiwa dari film ini. Ziarah mendapatkan banyak apresiasi di festival-festival film karena keberaniannya mengangkat tema yang jarang disentuh dengan gaya penceritaan yang unik dan puitis, sebuah refleksi mendalam tentang sejarah personal di tengah sejarah bangsa.
