Woods of Ash: untuk menghormati wasiat terakhir saudara perempuan mereka yang tengah sekarat, sepasang kakak beradik harus memberanikan diri memasuki hutan yang dikenal angker demi menyelamatkan korban penculikan mereka sendiri.
Premis ini terdengar seperti sebuah benang merah yang kuat untuk sebuah narasi yang mendebarkan. Kita langsung terbayang bagaimana suasana hutan yang lebat dan mencekam akan menjadi latar belakang utama cerita. Hutan bukan lagi sekadar tempat, melainkan karakter itu sendiri. “Woods of Ash” seolah mengajak kita untuk menyelami lebih dalam, bukan hanya kegelapan hutan secara fisik, tetapi juga kegelapan yang mungkin tersembunyi di dalam hati para karakternya.
Keharusan untuk memenuhi wasiat terakhir saudara perempuan menjadi pendorong utama bagi kedua kakak beradik ini. Wasiat ini pastinya bukan wasiat biasa, mengingat risiko yang harus mereka hadapi: memasuki hutan angker dan menyelamatkan korban penculikan. Pertanyaan pun muncul, siapa korban penculikan ini? Mengapa mereka harus menyelamatkannya? Dan mengapa wasiat ini begitu penting bagi saudara perempuan mereka yang sedang sakit? Ini adalah lapisan-lapisan misteri yang pasti akan membuat penonton penasaran dan terus terpaku pada layar.
“Woods of Ash” tampaknya akan bermain dengan elemen suspense dan thriller. Bayangkan suasana hutan yang gelap, suara-suara aneh yang memecah kesunyian, dan perasaan terisolasi yang mencekam. Setiap langkah di dalam hutan mungkin akan dipenuhi dengan bahaya yang tak terduga. Ketegangan akan semakin meningkat saat kedua saudara ini berusaha mencari dan menyelamatkan korban penculikan, sambil mungkin juga menghadapi kekuatan gaib atau ancaman lain yang menghuni “Woods of Ash”.