Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta adalah sebuah film kolosal sejarah yang megah, mengisahkan tentang salah satu raja terbesar dalam sejarah Mataram Islam, Sultan Agung Hanyakrakusuma (diperankan oleh Ario Bayu). Film ini berlatar awal abad ke-17, ketika Kesultanan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung mencapai puncak kejayaannya namun juga menghadapi ancaman besar dari kehadiran kongsi dagang Belanda, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yang mulai menancapkan kuku kekuasaannya di Batavia (sekarang Jakarta).
Film ini menggambarkan dilema yang dihadapi Sultan Agung. Di satu sisi, ia adalah seorang pemimpin visioner yang bercita-cita menyatukan seluruh tanah Jawa di bawah panji Mataram dan mengusir kekuatan asing. Di sisi lain, ia juga seorang manusia biasa yang memiliki cinta dan hubungan personal, terutama dengan permaisurinya, Ratu Batang (Adinia Wirasti), dan seorang wanita lain dari masa lalunya, Lembayung (Putri Marino). Film ini menyoroti perjuangan Sultan Agung dalam menyeimbangkan ambisi politik dan militernya dengan kehidupan pribadi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin rakyatnya. Puncak perjuangannya adalah ketika ia memutuskan untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap markas VOC di Batavia, sebuah keputusan berani yang penuh risiko.
Disutradarai oleh Hanung Bramantyo, Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta dibuat dengan skala produksi yang besar, menampilkan kostum, tata rias, dan set lokasi yang berusaha merekonstruksi kemegahan era Mataram. Adegan pertempuran antara pasukan Mataram dan VOC digambarkan secara kolosal. Film ini tidak hanya fokus pada aspek peperangan, tetapi juga pada intrik politik di keraton, strategi diplomasi Sultan Agung, serta sisi kemanusiaannya. Ario Bayu tampil karismatik sebagai Sultan Agung, didukung oleh jajaran aktor ternama lainnya seperti Marthino Lio (sebagai Sultan Agung muda) dan Lukman Sardi. Film ini adalah upaya untuk mengangkat kembali kisah kepahlawanan tokoh sejarah Indonesia dalam format sinematik yang epik, menyoroti semangat perjuangan melawan kolonialisme dan kompleksitas kepemimpinan di masa lalu.