Rumah Masa Depan: Ketika Kepulangan Membawa Konflik dan Petualangan Baru
Kisah dalam ‘Rumah Masa Depan’ dibuka dengan gambaran kehidupan keluarga Sukri dan Surti di Jakarta. Sukri, seorang pengusaha restoran, dan istrinya, Surti, yang berprofesi sebagai koki daring, telah lama merantau dari desa Cibeureum. Bersama dua buah hati mereka, Gerhana dan Bayu, keluarga ini terbiasa dengan hiruk pikuk kota.
Namun, rutinitas mereka mendadak berubah ketika kabar duka datang dari Cibeureum. Ayah Sukri, Pak Musa, meninggal dunia. Tanpa berpikir panjang, keluarga Sukri membatalkan rencana liburan mereka dan segera pulang ke desa untuk mengikuti upacara pemakaman. Kepulangan ini seharusnya bersifat sementara, sekadar menunaikan kewajiban sebagai anak.
Tak disangka, kepulangan ini justru menjadi awal dari babak baru yang penuh tantangan. Usai pemakaman, Sukri dan keluarga tidak bisa langsung kembali ke Jakarta. Sang ibu, Kokom, menghadapi masalah serius dan tersangkut kasus kriminal yang membuatnya terancam hukum. Situasi ini diperparah dengan hubungan Surti dan ibu mertuanya yang memang kurang harmonis. Ketegangan antara kedua wanita ini memicu konflik baru dalam keluarga, sekaligus membuka kembali luka lama dan kisah-kisah menyakitkan yang selama ini terpendam. Rumah yang seharusnya menjadi tempat kembali, kini terasa penuh dengan beban masalah.
Di sisi lain, anak-anak, Gerhana dan Bayu, justru menemukan kegembiraan dalam kepindahan mendadak ini. Jauh dari kebiasaan kota, mereka malah menikmati suasana desa Cibeureum. Bayu menemukan teman baru bernama Cempaka dan Sangaji, dua anak desa yang lincah, gemar berpetualang, dan cerdas. Melihat orang tua dan nenek mereka dalam kesulitan, ketiga bocah ini tak tinggal diam. Dengan caranya sendiri, berbekal rasa ingin tahu dan keberanian, mereka mencoba membantu menemukan jalan keluar dari masalah pelik yang sedang dihadapi keluarga Sukri.
‘Rumah Masa Depan’ menampilkan perpaduan drama keluarga yang sarat konflik batin dan petualangan penuh semangat dari sudut pandang anak-anak. Kepulangan ke akar bukan hanya tentang tempat, tetapi juga tentang menghadapi masa lalu, memperbaiki hubungan, dan menemukan makna ‘rumah’ itu sendiri di tengah badai masalah.
