Quarantine Tales adalah sebuah film omnibus atau antologi yang unik, lahir dari situasi pandemi global dan pembatasan sosial. Film ini terdiri dari lima cerita pendek yang berbeda, masing-masing disutradarai oleh sutradara yang berbeda pula, namun diikat oleh tema umum tentang kehidupan manusia selama masa karantina atau isolasi mandiri. Setiap segmen mengeksplorasi dampak psikologis, sosial, dan emosional dari situasi terkurung, keterbatasan interaksi fisik, dan ketidakpastian yang melanda selama pandemi, namun dengan pendekatan dan gaya penceritaan yang beragam.
Segmen pertama, “Nougat” karya Dian Sastrowardoyo, mungkin mengeksplorasi dinamika hubungan tiga saudara kandung yang terpaksa ‘bertemu’ kembali secara virtual melalui panggilan video selama karantina, mengungkap luka lama dan kerinduan yang terpendam. Segmen kedua, “Cook Book” karya Ifa Isfansyah, bisa jadi menyajikan cerita tentang seorang istri yang mencoba bertahan dari kekerasan dalam rumah tangga yang semakin intens selama masa karantina, mencari pelarian melalui buku resep masakan misterius. Segmen ketiga, “Happy Girls Don’t Cry” karya Aco Tenri, mungkin fokus pada seorang influencer media sosial yang mencoba mempertahankan citra bahagianya di depan kamera, padahal di balik layar ia merasa kesepian dan tertekan selama isolasi. Segmen keempat, “Prankster” karya Jason Iskandar, bisa jadi mengangkat kisah tentang seorang pria iseng yang melakukan prank panggilan video, namun tindakannya membawa konsekuensi tak terduga yang mengerikan. Terakhir, segmen kelima, “The Protocol” karya Sidharta Tata, mungkin menyajikan cerita thriller atau fiksi ilmiah tentang protokol kesehatan yang ekstrem atau konspirasi di balik pandemi. Quarantine Tales secara keseluruhan menawarkan berbagai perspektif tentang bagaimana manusia beradaptasi, bertahan, atau bahkan hancur dalam menghadapi situasi krisis global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Film ini adalah refleksi sinematik tentang ketahanan, kerapuhan, dan absurditas kehidupan manusia di tengah isolasi.