Film Pengabdi Setan garapan sutradara Joko Anwar ini merupakan sebuah remake sekaligus prequel yang menghidupkan kembali kengerian dari film klasik berjudul sama tahun 1980. Berlatar tahun 1981, cerita berpusat pada sebuah keluarga yang tengah menghadapi kesulitan finansial dan kesedihan mendalam. Sang Ibu, Mawarni Suwono (diperankan oleh Ayu Laksmi), menderita penyakit aneh selama bertahun-tahun sebelum akhirnya meninggal dunia. Sepeninggal Ibu, keluarga yang terdiri dari Bapak (Bront Palarae) dan keempat anaknya—Rini (Tara Basro), Tony (Endy Arfian), Bondi (Nasar Anuz), dan si bungsu Ian (M. Adhiyat) yang bisu tuli—mulai mengalami serangkaian kejadian supranatural yang mengerikan di rumah tua peninggalan nenek mereka (Elly D. Luthan).
Teror tidak hanya datang dari arwah Ibu yang gentayangan, tetapi juga dari entitas gaib lain yang tampaknya memiliki tujuan jahat terhadap keluarga tersebut, terutama si kecil Ian. Rini, sebagai anak tertua, berusaha keras menjaga adik-adiknya dan mencari tahu penyebab di balik teror yang menghantui mereka. Penyelidikan mereka perlahan mengungkap sebuah rahasia kelam: Ibu mereka semasa hidup ternyata terlibat dalam sebuah perjanjian dengan sekte pemuja setan demi mendapatkan keturunan. Kini, sekte tersebut datang untuk menagih janji, dan Ian adalah kunci dari perjanjian tersebut. Suasana semakin mencekam dengan munculnya berbagai petunjuk mengerikan, seperti lonceng yang berbunyi sendiri, lagu misterius dari radio, dan penampakan-penampakan yang menguji kewarasan.
Pengabdi Setan berhasil membangun atmosfer horor yang pekat melalui sinematografi yang muram, desain produksi yang detail menangkap era 80-an, serta penggunaan suara yang efektif. Joko Anwar tidak hanya mengandalkan jump scares, tetapi juga membangun rasa takut yang merayap perlahan melalui cerita yang kuat dan misteri yang terus berkembang. Penampilan para aktor, terutama Tara Basro yang tampil sebagai sosok kakak yang tegar namun rapuh, dan Ayu Laksmi yang ikonik sebagai Ibu, menuai banyak pujian. Film ini sukses besar baik secara komersial maupun kritikal, dianggap sebagai tonggak baru dalam perfilman horor Indonesia modern dan berhasil meneror penonton jauh setelah film berakhir.