Pamasahe, yang dalam bahasa Tagalog berarti “ongkos” atau “biaya perjalanan,” secara gamblang menggambarkan bagaimana seseorang, khususnya seorang wanita dalam posisi rentan, terpaksa menggunakan tubuhnya sebagai alat tukar demi bertahan hidup.
Kisah berpusat pada seorang ibu muda yang tidak disebutkan namanya. Ia hidup dalam kemelaratan dan harus berjuang menghidupi bayi perempuannya yang masih kecil. Suaminya pergi mencari pekerjaan di Manila, ibu kota yang jauh dari tempat tinggal mereka, dengan harapan dapat mengubah nasib keluarga. Namun, waktu berlalu tanpa kabar, dan kiriman uang pun tak kunjung datang. Keadaan semakin mendesak, persediaan makanan menipis, dan tangis bayi semakin sering terdengar karena kelaparan.
Dalam situasi yang menghimpit, sang ibu memutuskan untuk mengambil langkah nekat. Ia bertekad menyusul suaminya ke Manila. Dengan menggendong bayinya, ia memulai perjalanan panjang dan melelahkan. Namun, ia tidak memiliki uang sepeser pun untuk ongkos transportasi. Keadaan memaksanya untuk menempuh jalur yang kelam dan merendahkan. Setiap kali ia membutuhkan tumpangan bus, perahu, atau bahkan sekadar tempat bermalam yang aman, ia harus “membayar” dengan tubuhnya.
“Pamasahe” tidak secara eksplisit menampilkan adegan vulgar yang berlebihan. Film ini lebih memilih untuk membangun ketegangan dan keintiman melalui tatapan, sentuhan, dan percakapan yang sugestif. Kita diajak untuk merasakan dilema moral yang dihadapi sang ibu. Ia terpaksa mengorbankan harga dirinya demi keselamatan dan masa depan anaknya. Setiap interaksi yang ia lakukan, meskipun singkat dan transaksional, terasa begitu berat dan menyakitkan. Penonton dapat merasakan betapa besar beban yang ia pikul dan betapa terbatasnya pilihan yang ia miliki.
Perjalanan sang ibu menuju Manila bukan hanya sekadar perpindahan geografis. Ini adalah perjalanan penderitaan, perjalanan pengorbanan, dan perjalanan menuju batas kemanusiaan. Film ini secara implisit mengkritik ketidakadilan sosial dan ekonomi yang memaksa individu, terutama perempuan, untuk mengambil tindakan ekstrem demi bertahan hidup. “Pamasahe” mengajak kita untuk merenungkan betapa mahalnya harga sebuah kehidupan, dan betapa kejamnya dunia ini terhadap mereka yang terpinggirkan.
Meskipun mengangkat tema yang berat dan eksplisit, “Pamasahe” tetap disajikan dengan gaya penceritaan yang natural dan mengalir. Akting [Aktris Utama, jika diketahui, jika tidak ada sebutkan “aktris utama”] yang memukau berhasil menghidupkan karakter ibu yang kuat namun rapuh. Film ini menghindari kesan bombastis atau melodramatis yang berlebihan, namun tetap mampu menyentuh emosi penonton dengan kejujuran dan kesederhanaannya.