Film “O’Dessa” menjanjikan sebuah pengalaman sinematik yang unik, memadukan kisah mitologi Yunani klasik dengan latar belakang pasca-apokaliptik yang kelam. Disutradarai dan ditulis oleh Geremy Jasper, film ini menghadirkan kembali kisah Orpheus dan Eurydice yang abadi, namun dengan sentuhan modern dan musikal yang segar. Dibintangi oleh Sadie Sink, Kelvin Harrison Jr., Murray Bartlett, dan Regina Hall, “O’Dessa” siap memanjakan mata dan telinga penonton pada tanggal 20 Maret 2025, melalui platform streaming Hulu.
Latar film ini mengambil tempat di masa depan yang hancur, di mana dunia telah tercemar oleh plasma, zat beracun dan mudah terbakar yang digambarkan mirip dengan minyak. Di tengah kekacauan ini, seorang tokoh media yang berkuasa, Plutonovich, memegang kendali atas gelombang udara dari pulau pribadinya yang disebut “Onderworld”. Onderworld menjadi panggung hiburan kejam di mana para pembangkang disiksa dan dibunuh di depan khalayak ramai. Namun, di balik kegelapan Onderworld, terdapat sebuah kompetisi yang menjanjikan hadiah luar biasa: siapapun yang menang akan dianggap sebagai “The One” dan permintaannya akan dikabulkan.
Di tengah dunia yang keras ini, kita bertemu dengan O’Dessa, seorang perempuan muda dari garis keturunan pengembara. Setelah kehilangan ibunya, O’Dessa mewarisi gitar ayahnya dan memutuskan untuk pergi ke Satylite City yang berbahaya demi mencari takdirnya. Perjalanannya tidak mudah. Gitarnya dicuri dan digadaikan. Dalam usahanya untuk mendapatkan kembali gitar kesayangannya, O’Dessa bertemu dengan Euri Dervish, seorang musisi berbakat yang bekerja sebagai pekerja seks untuk Neon Dion, tangan kanan Plutonovich yang brutal.
O’Dessa dan Euri menemukan cinta di tengah dunia yang suram. Mereka merencanakan untuk melarikan diri ke kota Enid yang aman, namun impian mereka terancam ketika Dion mengetahui hubungan mereka. Dion menangkap mereka dan memberikan ancaman mengerikan, bahkan memotong jari manis O’Dessa sebagai peringatan. Meskipun diteror, Euri berhasil mencuri uang dari Dion untuk menebus gitar O’Dessa. Ia menyuruh O’Dessa untuk pergi ke Enid tanpa dirinya. Dalam sebuah konfrontasi, Dion akhirnya tewas.
O’Dessa dan Euri kembali bersatu dan berencana untuk menikah. Namun, kebahagiaan mereka sekali lagi terusik ketika Euri secara spontan menghina Plutonovich saat konser. Akibatnya, Euri dikirim ke Onderworld dan dipaksa menari untuk hidupnya. Tanpa ragu, O’Dessa melakukan perjalanan berbahaya ke Onderworld untuk menyelamatkan Euri. Di sana, dengan gitar yang tinggal satu senar, O’Dessa bernyanyi di hadapan Plutonovich dan pengikutnya. Keajaiban terjadi. O’Dessa berhasil memenangkan kompetisi dan menjadi “The One”. Permintaannya hanya satu: ia ingin Euri kembali.
Permintaan O’Dessa dikabulkan. Euri dikembalikan padanya, namun dengan sebuah tragedi yang tak terduga. Plutonovich telah memberikan “operasi wajah” yang mengubah pikiran Euri, membuatnya menjadi seperti mayat hidup. Patah hati dan penuh amarah, O’Dessa melakukan tindakan putus asa. Ia membakar gitarnya dan menghancurkan jaringan media bertenaga plasma milik Plutonovich. Tindakan pemberontakannya ini mengakhiri hidupnya, Euri, dan Plutonovich sendiri, namun berhasil membebaskan masyarakat dari kendali tirani Plutonovich. Di akhir film, plasma mulai menghilang dari lanskap, dan warga berjanji untuk selalu mengingat O’Dessa, menyebarkan musik dan pesan harapannya.
“O’Dessa” bukan hanya sekadar kisah cinta tragis di tengah kehancuran. Film ini adalah alegori kuat tentang harapan, pengorbanan, dan kekuatan musik sebagai bentuk perlawanan. Dengan sentuhan musikal yang unik dan visual yang memukau, “O’Dessa film” menjanjikan pengalaman menonton yang tak terlupakan dan menggugah pikiran. Film ini patut dinantikan bagi para penggemar drama musikal dengan sentuhan distopia dan kisah cinta yang mengharukan.
