Negeri Tanpa Telinga (2014) adalah sebuah film satir politik yang berani dan tajam, disutradarai oleh Lola Amaria. Film ini menyajikan gambaran tentang carut marut dunia politik Indonesia yang penuh dengan intrik, konspirasi, korupsi, dan penyadapan ilegal. Cerita berpusat pada Naga (Teuku Rifnu Wikana), seorang tukang pijat keliling yang secara kebetulan memiliki banyak pelanggan dari kalangan elite politik, pengusaha hitam, dan pejabat tinggi. Dari obrolan saat memijat, Naga tanpa sengaja mendengar banyak rahasia penting dan percakapan konspiratif tingkat tinggi.
Judul Negeri Tanpa Telinga secara satir menggambarkan sebuah negeri di mana banyak orang seolah ‘tidak punya telinga’ atau pura-pura tidak mendengar kebusukan dan skandal yang terjadi di sekitar mereka, atau sebaliknya, telinga-telinga (penyadapan) ada di mana-mana untuk mengintai. Naga, dengan segala informasi rahasia yang didengarnya, berada dalam posisi yang berbahaya. Ia menjadi saksi kunci dari berbagai rencana jahat, lobi politik kotor, dan transaksi haram yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Ustad Eta (Lukman Sardi) yang ambigu, politisi licik Piton (Ray Sahetapy), dan seorang perempuan misterius bernama Chika (Kelly Tandiono) yang mungkin menjadi informan atau pemain ganda.
Film ini tidak mengikuti alur cerita linier konvensional, melainkan menyajikan potongan-potongan adegan yang menggambarkan berbagai skandal dan konspirasi yang saling terkait. Negeri Tanpa Telinga (2014) menggunakan humor gelap dan dialog-dialog sinis untuk mengkritik realitas politik Indonesia, mulai dari praktik korupsi yang merajalela, politik uang, pengkhianatan antar kawan politik, hingga peran media dan intelijen dalam permainan kekuasaan. Naga, sebagai orang biasa yang terjebak di tengah pusaran kekuasaan, menjadi representasi rakyat kecil yang seringkali hanya bisa mendengar tanpa bisa berbuat banyak. Negeri Tanpa Telinga (2014) adalah sebuah komentar sosial-politik yang provokatif dan relevan.