Film “My Dead Friend Zoe” hadir sebagai sebuah tontonan komedi-drama yang unik dan menyentuh, mengisahkan perjalanan seorang veteran perang Afghanistan bernama Merit dalam menghadapi trauma dan kehidupan pasca dinas militer. Diperankan oleh Sonequa Martin-Green, film ini membawa penonton menyelami kompleksitas batin seorang perempuan muda yang berjuang menyeimbangkan masa lalu dan masa kini, dibumbui dengan kehadiran sosok sahabat karibnya yang telah meninggal, Zoe, diperankan oleh Natalie Morales.
Zoe, sang sahabat yang telah tiada, muncul sebagai ‘teman khayalan’ Merit, menemani dan bahkan seringkali merecoki kehidupannya sehari-hari. Kehadiran Zoe bukan hanya sekadar elemen komedi, namun menjadi representasi visual dari pergulatan batin Merit. Zoe adalah manifestasi dari ingatan dan trauma yang menghantui, sekaligus menjadi sumber dukungan dan humor di tengah kesulitannya.
Merit, di tengah kebingungan dan perjuangannya beradaptasi dengan kehidupan sipil, juga harus menghadapi dinamika keluarga yang rumit. Hubungannya dengan sang kakek, Dale, seorang veteran perang Vietnam yang diperankan oleh Ed Harris, tegang dan penuh kesalahpahaman. Keduanya, sama-sama membawa beban trauma perang namun dengan generasi dan pengalaman yang berbeda, kesulitan untuk saling memahami dan terhubung. Di sisi lain, Merit juga menjalani terapi dengan Dr. Cole, yang diperankan oleh Morgan Freeman, seorang konselor VA yang mencoba membantunya mengatasi PTSD dan menemukan jalan keluar dari labirin traumanya.
Film ini tidak hanya berkutat pada isu trauma perang, namun juga menyentuh tema persahabatan, keluarga, dan proses penerimaan diri. Meskipun mengangkat isu berat, “My Dead Friend Zoe” dikemas dengan sentuhan komedi yang cerdas dan ringan, menjadikan film ini mudah dinikmati tanpa kehilangan kedalaman emosionalnya. Kehadiran Utkarsh Ambudkar dan Gloria Reuben sebagai karakter pendukung semakin memperkaya dinamika cerita, memberikan warna dan nuansa yang beragam dalam kehidupan Merit.
“My Dead Friend Zoe” adalah film yang mengajak kita untuk merenungkan betapa kompleksnya dampak perang, tidak hanya secara fisik namun juga psikologis. Film ini juga menjadi pengingat tentang kekuatan persahabatan, bahkan di luar batas kehidupan, dan pentingnya dukungan keluarga serta profesional dalam proses penyembuhan trauma.
