Dalam film berjudul Monster, kita diperkenalkan pada kisah persahabatan erat antara dua gadis berusia 11 tahun, Alana dan Zara. Hari-hari mereka diisi dengan kesederhanaan khas anak-anak: bersepeda ria dan menikmati bacaan komik di tepi sungai sepulang sekolah. Sebuah rutinitas yang nyaman, penuh tawa dan keakraban, jauh dari hiruk pikuk dunia orang dewasa.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba koyak oleh sebuah peristiwa yang tak terbayangkan. Di suatu sore yang naas, keduanya dihadang dan diculik oleh seorang pria tak dikenal. Perjalanan mengerikan pun dimulai, membawa Alana dan Zara menuju sebuah vila terpencil yang bersembunyi di balik pegunungan.
Di tengah perjalanan menuju lokasi antah berantah itu, Alana menemukan celah dan berhasil meloloskan diri. Kebebasan ada di depan mata, kesempatan untuk lari dan mencari pertolongan terbuka lebar. Namun demikian, pikiran Alana terpaku pada sahabatnya, Zara, yang masih terperangkap dan disekap di dalam bagasi mobil sang penculik. Sebuah keputusan berat harus diambil. Mengingat Zara, Alana menolak kesempatan untuk menyelamatkan diri sendirian. Ia justru memilih jalan yang penuh bahaya, berbalik arah, dan bertekad kuat untuk kembali demi menyelamatkan sahabat karibnya.
Dengan Alana yang kini kembali ke tengah situasi berbahaya demi Zara, nasib kedua sahabat ini menggantung di ujung tanduk. Akankah Alana berhasil membebaskan Zara dari cengkeraman penculik? Atau justru keduanya akan terjebak dalam skenario yang lebih mengerikan di vila terpencil itu? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian mengantar penonton menelusuri kelanjutan kisah menegangkan dalam film Monster.
