Mohon Doa Restu: Mengintip Konflik Hati dalam Mohon Doa Restu: Ketika Cinta Terhalang Campur Tangan Keluarga
Mel dan Satya adalah sepasang kekasih yang telah lama saling mencintai. Sejak kecil, mereka telah berbagi impian, termasuk impian untuk bersatu dalam ikatan pernikahan. Niat suci ini pun akhirnya bulat, mereka siap melangkah ke jenjang pelaminan. Namun, perjalanan menuju hari bahagia tersebut ternyata tidak semulus yang dibayangkan, sebuah kisah yang menarik perhatian dalam ‘Mohon Doon Restu’ (2023).
Di balik kebahagiaan rencana pernikahan Mel dan Satya, ada dua sosok penting yang juga sangat bersemangat: Widi, ibunda Satya, dan Ira, ibunda Mel. Kedua ibu ini bukan hanya orang tua, tetapi juga teman dekat yang memiliki visi serupa: memastikan pernikahan anak-anak mereka berjalan sempurna. Sempurna, tentu saja, menurut standar dan keinginan mereka.
Antusiasme mereka berujung pada campur tangan yang semakin mendalam dalam setiap detail persiapan. Mulai dari pilihan dekorasi, daftar tamu, hingga rangkaian acara, suara Widi dan Ira menjadi dominan, mengalahkan suara Mel dan Satya sendiri.
Bagi Mel, situasi ini menimbulkan beban yang luar biasa. Pernikahan impian yang awalnya ia bayangkan bersama Satya perlahan terasa terenggut, digantikan oleh serangkaian keputusan yang lebih mencerminkan keinginan para ibu. Tekanan ini tak hanya membuat Mel merasa tidak berdaya, tetapi juga menumbuhkan benih kecemasan dan keraguan yang mendalam dalam dirinya.
Ia mulai mempertanyakan, apakah ia benar-benar siap untuk melangkah ke jenjang pernikahan jika sejak awal pun impiannya sudah sulit terwujud? Keraguan ini tak pelak memengaruhi hubungannya dengan Satya, yang berada di tengah-tengah pusaran ekspektasi dan campur tangan orang tua yang terkadang tumpang tindih.
Kisah Mel, Satya, serta campur tangan hangat namun menyesakkan dari Widi dan Ira, mengangkat tema universal tentang dinamika keluarga dalam momen penting kehidupan seperti pernikahan. ‘Mohon Doa Restu’ secara halus menggambarkan konflik antara keinginan pribadi dalam membina rumah tangga dan tanggung jawab, atau setidaknya harapan, untuk memenuhi ekspektasi orang tua yang mencintai, namun kadang lupa memberi ruang bagi anak-anak mereka untuk menentukan jalannya sendiri. Di tengah hiruk pikuk persiapan, kisah ini mengajak penonton merenungkan seberapa jauh campur tangan keluarga seharusnya diizinkan, dan bagaimana sebuah hubungan cinta sejati diuji ketika dihadapkan pada kompleksitas relasi orang tua-anak menjelang pernikahan.