Mengungkap misteri di balik legenda urban yang menyeramkan, film Marni: The Story of Wewe Gombel mengajak penonton mengikuti perjalanan sebuah keluarga yang pindah ke desa asing. Rahayu, bersama dua anaknya, Anisa dan Aan, mencari awal yang baru di lingkungan yang tenang, namun menemukan kenyataan yang jauh lebih kelam dari yang mereka bayangkan.
Kepindahan ini awalnya terasa seperti adaptasi biasa. Rahayu (diperankan Hannah Al Rashid) dan kedua anaknya, Anisa (Amanda Rigby) dan Aan (Athar Barakbah), mulai menata kehidupan di tempat baru. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sebentar. Situasi berubah drastis ketika Aan tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Kepanikan melanda Rahayu dan Anisa. Pencarian dilakukan, namun Aan tak kunjung ditemukan, meninggalkan ibu dan kakak perempuannya dalam kebingungan dan kecemasan mendalam.
Di tengah keputusasaan mereka, terkuaklah kebenaran yang mengerikan: Aan telah diculik oleh Wewe Gombel. Sosok hantu dalam mitos Indonesia yang dikenal berambut panjang acak-acakan dan bertubuh menyeramkan, dengan kebiasaan menculik anak-anak, terutama menjelang waktu senja. Dalam kisah Marni: The Story of Wewe Gombel ini, entitas supranatural tersebut memiliki nama dan sejarah, yaitu Marni (diperankan Ismi Melinda).
Film ini kemudian mundur ke masa lalu, menguak asal-usul kelam Wewe Gombel. Kisah tragis Marni diselami, mengungkap bagaimana ia, seorang gadis penjual jamu, mengalami nasib yang mengenaskan. Kematian tragis dan ketidakadilan yang tak kunjung terselesaikan selama bertahun-tahun mengubahnya menjadi arwah pendendam yang menghantui desa tersebut. Marni, sang Wewe Gombel, ternyata adalah kunci dari misteri kelam yang menyelimuti tempat tinggal baru keluarga Rahayu.
Mengetahui adiknya dalam bahaya besar di cengkeraman entitas gaib, Anisa bertekad kuat untuk menyelamatkan Aan. Ia berusaha keras mencari tahu kelemahan Marni, berharap dapat mematahkan kekuatan Wewe Gombel. Perjuangan Anisa membuahkan hasil; Aan berhasil ditemukan. Segera setelah itu, Rahayu dan Anisa bergegas ingin meninggalkan desa yang menyimpan kengerian ini, berharap bisa menjauh dari bayangan masa lalu Marni yang menghantui. Namun, kebebasan Aan tidak sepenuhnya membawa kelegaan. Sang adik yang kembali ditemukan tampak berbeda. Ia sering terlihat melamun, tatapannya kosong, seolah trauma penculikan itu telah merenggut sebagian dari akal sehatnya, meninggalkan luka yang mungkin tak akan pernah sepenuhnya pulih. Kisah dalam Marni: The Story of Wewe Gombel pun menyisakan pertanyaan tentang dampak mendalam dari interaksi dengan dunia gaib dan kegelapan sejarah.
