Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak adalah sebuah film yang unik dan berani, sering disebut sebagai “Satay Western” karena memadukan elemen drama, thriller, dan gaya penceritaan ala film Western dengan latar belakang lanskap eksotis Sumba, Nusa Tenggara Timur. Film ini dibagi menjadi empat babak yang menceritakan perjalanan seorang janda bernama Marlina, diperankan dengan luar biasa oleh Marsha Timothy. Cerita dimulai ketika rumah Marlina yang terpencil didatangi oleh sekelompok perampok yang dipimpin oleh Markus (Egi Fedly). Mereka tidak hanya berniat merampok ternak Marlina, tetapi juga berencana memperkosanya secara bergiliran.
Dalam situasi yang mengancam jiwa dan harga dirinya, Marlina tidak tinggal diam. Dengan kecerdikan dan keberanian yang dingin, ia berhasil meracuni sebagian besar perampok dengan sup ayam. Ia kemudian memenggal kepala Markus dan memulai sebuah perjalanan panjang dengan membawa kepala tersebut. Tujuan perjalanannya adalah mencari keadilan dengan melaporkan kejahatan yang dialaminya ke kantor polisi terdekat, yang jaraknya sangat jauh. Di tengah perjalanannya melintasi padang sabana Sumba yang tandus namun indah, Marlina bertemu dengan berbagai karakter, termasuk Novi (Dea Panendra), seorang perempuan hamil yang sedang menunggu kelahiran anak kesepuluhnya dan menjadi teman seperjalanannya, serta Franz (Yoga Pratama), seorang perampok yang selamat dan terus memburunya untuk balas dendam.
Disutradarai oleh Mouly Surya, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak bukan sekadar film balas dendam biasa. Film ini secara subtil mengangkat isu-isu penting seperti kekerasan terhadap perempuan, ketidakberdayaan korban di hadapan hukum yang lamban, patriarki, serta kekuatan dan ketahanan perempuan dalam menghadapi penindasan. Sinematografi film ini sangat memukau, menangkap keindahan sekaligus kerasnya alam Sumba yang menjadi latar penderitaan dan perjuangan Marlina. Penampilan Marsha Timothy sebagai Marlina sangat kuat, menampilkan sosok perempuan yang rapuh namun memiliki kekuatan tersembunyi yang mematikan. Film ini mendapat banyak pujian di festival film internasional karena gaya penceritaannya yang artistik, tema yang kuat, dan penampilan para pemainnya, menjadikannya salah satu karya sinematik Indonesia yang paling diakui secara global dalam beberapa tahun terakhir.