Melanjutkan eksplorasi tentang hubungan dan kesepian di era modern dari film pertamanya, Love for Sale 2 menggeser fokusnya. Jika film pertama berpusat pada Richard, kali ini cerita mengikuti Indra Tauhid alias Ican, seorang pria Minang berusia 33 tahun yang ditekan oleh ibunya, Rosmaida (diperankan oleh Ratna Riantiarno), untuk segera menikah. Ican, yang diperankan oleh Adipati Dolken, merasa belum siap dan cenderung menghindari komitmen serius, lebih fokus pada pekerjaannya. Untuk menenangkan ibunya dan menghindari perjodohan yang terus menerus diatur, Ican mengambil langkah nekat: menggunakan aplikasi penyedia teman kencan bernama Love Inc., sama seperti yang digunakan Richard di film pertama.
Melalui aplikasi tersebut, muncullah Arini Kusuma, sosok yang diperankan kembali dengan memikat oleh Della Dartyan. Arini hadir sebagai calon menantu idaman yang sempurna di mata Rosmaida. Ia tidak hanya cantik tetapi juga pandai memasak masakan Minang, santun, dan cepat akrab dengan keluarga besar Ican. Kehadiran Arini membawa warna baru dalam kehidupan Ican dan keluarganya, perlahan meluluhkan hati Ican yang awalnya hanya berniat menjadikannya sebagai solusi sementara. Hubungan palsu yang mereka bangun mulai terasa nyata, dan Ican mendapati dirinya jatuh cinta pada Arini. Namun, seperti kontrak layanan dari Love Inc., hubungan ini memiliki batas waktu.
Love for Sale 2, yang disutradarai oleh Andibachtiar Yusuf, kembali menggali kompleksitas hubungan yang lahir dari transaksi dan kesepian. Film ini mengeksplorasi dinamika keluarga Minang yang kental dengan adat dan ekspektasi sosial, terutama mengenai pernikahan. Adipati Dolken berhasil menampilkan kegelisahan Ican sebagai pria dewasa yang terombang-ambing antara keinginan pribadi dan tekanan keluarga. Sementara itu, Della Dartyan sekali lagi mencuri perhatian sebagai Arini, sosok misterius yang mampu beradaptasi dengan sempurna namun menyimpan kerapuhan di baliknya. Film ini mempertanyakan makna cinta sejati, kebahagiaan semu yang bisa dibeli, dan konsekuensi dari hubungan yang dimulai dengan kepura-puraan. Penonton diajak merenungkan apakah cinta yang tumbuh dari sebuah ‘kontrak’ dapat bertahan ketika masa berlaku habis.