Film Kill Me If You Dare mengisahkan kehidupan sebuah pasangan suami istri yang, di permukaan, mungkin terlihat biasa saja, menjalani rutinitas rumah tangga seperti kebanyakan orang. Mereka mungkin punya impian, tantangan finansial, dan dinamika hubungan yang lumrah. Segalanya berubah drastis ketika salah satu dari mereka memegang selembar tiket lotre yang ternyata memenangkan hadiah jackpot dengan nominal yang sangat, sangat besar. Jumlah uang yang didapatkan melebihi ekspektasi wildest mereka, cukup untuk mengubah garis takdir keluarga ini secara permanen, seumur hidup, bahkan untuk generasi mendatang.
Kebahagiaan awal atas kemenangan fantastis ini seharusnya menjadi momen yang mempererat ikatan mereka, merencanakan masa depan yang cerah bersama. Namun, di sinilah cerita Kill Me If You Dare mengambil belokan yang gelap dan tak terduga. Nominal uang yang terlalu besar itu, alih-alih membawa kebahagiaan murni, justru menumbuhkan benih-benih keserakahan yang mengerikan. Pikiran-pikiran gelap mulai merayap masuk: bagaimana jika seluruh uang itu hanya milik salah satu dari mereka saja? Bagaimana jika ‘pasangan hidup’ yang selama ini berbagi tawa dan air mata, justru menjadi satu-satunya penghalang untuk mendapatkan seluruh kekayaan tersebut?
Yang tadinya adalah pasangan yang saling mencintai (atau setidaknya menjalani pernikahan), kini mendadak saling mencurigai. Senyum yang ditujukan pada satu sama lain bisa jadi menyembunyikan rencana licik. Obyek-obyek rumah tangga yang biasa, seperti perkakas dapur atau obat-obatan, mendadak terlihat berpotensi mematikan. Film Kill Me If You Dare dengan cerdik menggambarkan transisi mengerikan ini, di mana kepercayaan terkikis digantikan oleh paranoid dan keinginan egois yang buta.
Mereka mulai merancang rencana-rencana rahasia, mencoba untuk “melenyapkan” pasangannya demi menguasai seluruh harta. Plot-plot pembunuhan disusun, beberapa mungkin canggung dan mengarah ke komedi gelap, yang lain mungkin lebih serius dan menegangkan. Film ini membawa penonton dalam sebuah “permainan” kucing dan tikus yang berbahaya dan absurd di dalam rumah tangga sendiri. Setiap karakter (suami dan istri) mencoba mengakali yang lain, merencanakan jebakan, atau setidaknya bertahan dari upaya pembunuhan yang mungkin dilancarkan pasangannya. Ketegangan dibangun dari pertanyaan siapa yang sebenarnya lebih licik, siapa yang akan berhasil melaksanakan niat jahatnya lebih dulu, atau apakah keduanya akan terus terjebak dalam spiral kecurigaan dan permusuhan yang menghancurkan ini.
Lebih dari sekadar thriller atau komedi gelap, Kill Me If You Dare juga menjadi komentar sosial yang tajam tentang kekuatan uang dan bagaimana harta bisa merusak nilai-nilai kemanusiaan fundamental, bahkan ikatan suci pernikahan. Film ini mempertanyakan sejauh mana godaan kekayaan bisa mendorong seseorang melakukan tindakan yang paling ekstrem dan tak terpikirkan sebelumnya terhadap orang terdekatnya. Apakah ada batas moral ketika dihadapkan pada kekayaan yang tak terbatas?