Cek Toko Sebelah (2016) menyajikan sebuah drama keluarga yang dibalut komedi segar dengan latar belakang budaya Tionghoa-Indonesia. Cerita berpusat pada keluarga Koh Afuk, seorang ayah tunggal yang memiliki toko kelontong sederhana warisan keluarga. Koh Afuk memiliki dua putra dengan karakter yang sangat berbeda: Yohan, putra sulung yang setia membantu di toko sejak lama namun dianggap kurang berhasil oleh ayahnya, dan Erwin, putra bungsu yang sukses meniti karir gemilang di luar negeri dan menjadi kebanggaan keluarga. Konflik dimulai ketika kesehatan Koh Afuk menurun dan ia memutuskan untuk mewariskan toko kelontong tersebut.
Secara mengejutkan, Koh Afuk meminta Erwin untuk pulang dan mengambil alih pengelolaan toko, sebuah keputusan yang melukai perasaan Yohan yang merasa lebih berhak dan telah mengorbankan banyak hal demi toko tersebut. Erwin pun dihadapkan pada dilema besar: meninggalkan karirnya yang cemerlang dan kehidupan modern bersama tunangannya yang ambisius, Natalie, demi memenuhi keinginan ayahnya dan mengurus toko kelontong sederhana, atau menolak permintaan tersebut yang berarti mengecewakan sang ayah. Cek Toko Sebelah (2016) mengeksplorasi tema warisan keluarga, ekspektasi orang tua, persaingan saudara, dan pencarian makna kesuksesan.
Interaksi antara anggota keluarga ini penuh dengan dialog jenaka namun juga menyentuh. Yohan, yang merasa tidak dihargai, meluapkan kekecewaannya dengan caranya sendiri, seringkali menimbulkan situasi lucu bersama istrinya, Ayu. Erwin mencoba beradaptasi dengan dunia toko kelontong yang jauh berbeda dari lingkungan kerjanya, sambil berusaha memperbaiki hubungannya dengan Yohan dan meyakinkan Natalie. Toko kelontong itu sendiri menjadi saksi bisu dinamika keluarga dan interaksi dengan para pelanggan setia yang memiliki karakter unik. Film ini berhasil mengangkat potret keluarga biasa dengan segala permasalahannya, menyoroti pentingnya komunikasi, pengertian, dan arti keluarga yang sesungguhnya di balik perbedaan pandangan dan status sosial.
