Film “Captain America: The First Avenger” produksi Marvel Studios membawa kita kembali ke era Perang Dunia II, menjadi saksi awal mula lahirnya salah satu pahlawan super ikonik Marvel, Captain America. Kisah ini dibuka dengan penemuan pesawat kuno di wilayah Arktik yang membeku, di dalamnya ditemukan seorang pria yang membeku dengan perisai berbentuk lingkaran khas. Kilasan balik kemudian membawa penonton ke tahun 1942, di mana kekuatan jahat bernama Hydra, di bawah pimpinan Johann Schmidt, atau yang lebih dikenal sebagai Red Skull, mulai menebar teror.
Schmidt, seorang jenderal Nazi yang juga pemimpin Hydra, berhasil mencuri Tesseract, sebuah artefak kuno yang menyimpan kekuatan luar biasa, dari sebuah kota kecil di Norwegia yang diduduki Jerman. Di sisi lain, di New York City, kita diperkenalkan dengan Steve Rogers, seorang pria muda bertubuh kurus dan ringkih, namun memiliki semangat patriotisme yang membara. Meskipun berulang kali ditolak saat mencoba mendaftar menjadi tentara karena kondisi fisiknya, Steve tidak pernah menyerah.
Kegigihan Steve menarik perhatian Dr. Abraham Erskine, seorang ilmuwan yang mencari kandidat ideal untuk proyek rahasia “super-soldier”. Erskine melihat potensi tersembunyi dalam diri Steve, bukan hanya kekuatan fisik, tetapi lebih pada hatinya yang tulus dan keberaniannya yang tidak tergoyahkan. Steve pun terpilih menjadi subjek percobaan tersebut, di bawah pengawasan Erskine, Howard Stark (ayah dari Tony Stark), Kolonel Chester Phillips, dan agen Inggris Peggy Carter.
Percobaan super-soldier ini tidak berjalan tanpa hambatan. Schmidt, yang ternyata memiliki masa lalu kelam dengan Erskine, mengirim mata-mata untuk menghentikan proyek tersebut. Namun, Steve berhasil melalui prosedur yang mengubahnya menjadi sosok yang kekar, kuat, dan gesit. Sayangnya, setelah transformasi Steve berhasil, mata-mata Schmidt berhasil membunuh Erskine dan mencuri serum super-soldier yang tersisa.
Steve, yang kini menjadi Captain America, awalnya dimanfaatkan untuk kepentingan propaganda perang, berkeliling Amerika Serikat untuk meningkatkan moral dan penjualan obligasi perang. Namun, hati nuraninya sebagai seorang pahlawan sejati memberontak. Ketika mengetahui sahabatnya, Bucky Barnes, dan unitnya hilang dalam pertempuran melawan Hydra, Captain America memutuskan untuk turun tangan langsung.
Dengan bantuan Peggy Carter dan Howard Stark, Captain America menerobos garis musuh, menyusup ke markas Hydra, dan berhasil menyelamatkan Bucky dan tawanan lainnya. Dalam misinya ini, ia berhadapan langsung dengan Red Skull untuk pertama kalinya dan melihat sendiri wajah mengerikan di balik topeng Schmidt. Captain America kemudian membentuk tim elit bernama Howling Commandos, yang terdiri dari Bucky dan tawanan yang berhasil diselamatkan.
Bersama Howling Commandos, Captain America menggagalkan berbagai rencana jahat Hydra. Dalam pertempuran melawan Hydra, Captain America dan Peggy Carter semakin dekat dan mulai tumbuh benih-benih cinta di antara mereka. Konflik memuncak ketika tim tersebut menyerang kereta yang membawa ilmuwan Hydra, Dr. Arnim Zola. Zola berhasil ditangkap, namun Bucky terjatuh dari kereta dan dianggap tewas.
Informasi dari Zola membawa Captain America dan timnya ke markas terakhir Red Skull. Dalam pertempuran final di pesawat bomber Red Skull, Tesseract terlepas dan membawa Red Skull ke portal misterius di angkasa. Pesawat bomber yang membawa senjata pemusnah massal jatuh ke Arktik bersama Captain America di dalamnya. Meskipun Tesseract berhasil diamankan oleh Howard Stark setelah perang usai, Captain America dianggap gugur dalam tugas.
Namun, cerita tidak berakhir di sana. Captain America ternyata tidak mati, melainkan membeku dalam es selama hampir 70 tahun. Ia terbangun di era modern dan bertemu dengan Nick Fury, direktur S.H.I.E.L.D., yang menawarkannya sebuah misi baru yang akan mengubah dunia. “Captain America: The First Avenger” bukan hanya sekadar film aksi superhero, tetapi juga kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan semangat pantang menyerah yang abadi.