Bumi Itu Bulat (2019) mengangkat isu sosial yang relevan tentang toleransi, keberagaman, dan bahaya radikalisme di kalangan generasi muda. Cerita berfokus pada Rahabi, seorang mahasiswa yang dikenal aktif dalam kegiatan kampus dan memiliki banyak teman dari berbagai latar belakang. Namun, ia memiliki seorang adik perempuan, Rara, yang mulai berubah drastis setelah bergabung dengan sebuah kelompok keagamaan eksklusif bernama Alfa Omega. Rara menjadi lebih tertutup, fanatik, dan mulai menjauhi teman-teman serta keluarganya yang dianggap berbeda pandangan.
Perubahan Rara membuat Rahabi dan teman-teman dekatnya, Hitu (seorang Kristen dari Indonesia Timur), Markus (keturunan Tionghoa), dan Tiara (sahabat Rara), merasa khawatir. Mereka melihat Rara semakin terpengaruh oleh doktrin kelompok tersebut yang mengajarkan intoleransi dan kebencian terhadap perbedaan. Di sisi lain, Rahabi juga menghadapi masalah finansial keluarga yang membuatnya membutuhkan uang cepat. Ia melihat peluang untuk mendapatkan hadiah besar dengan mengikuti kompetisi pembuatan film pendek bersama teman-temannya. Namun, tema toleransi yang ingin mereka angkat dalam film justru memicu konflik, baik dari kelompok Alfa Omega maupun dari pihak lain yang merasa tidak nyaman. Bumi Itu Bulat (2019) menyoroti dilema generasi muda dalam menghadapi isu SARA dan tekanan sosial.
Rahabi dan teman-temannya harus berjuang untuk menyadarkan Rara dan melawan pengaruh negatif kelompok Alfa Omega, sambil berusaha menyelesaikan proyek film mereka yang penuh tantangan. Mereka belajar tentang pentingnya persatuan dalam keberagaman, menghadapi prasangka, dan berani menyuarakan kebenaran meskipun berisiko. Film ini mencoba menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga keutuhan persahabatan dan keluarga di tengah perbedaan pandangan, serta bahaya dari pemahaman sempit yang dapat memecah belah. Perjuangan mereka adalah representasi dari upaya menjaga nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan di tengah arus intoleransi.