Badai Media Sosial Mengancam Karier dan Keluarga Guru BK: Kisah dari Budi Pekerti
Di era digital ini, sebuah insiden kecil bisa dengan cepat berubah menjadi badai besar yang menghancurkan, terutama ketika terekam dan tersebar di media sosial. Hal inilah yang menimpa Bu Prani, seorang guru Bimbingan Konseling (BK), seperti yang digambarkan dalam kisah yang menjadi dasar cerita Budi Pekerti. Awalnya, ia terlibat dalam sebuah perselisihan sederhana dengan pengunjung lain di pasar tradisional. Kejadian yang seharusnya bisa diselesaikan saat itu juga, sayangnya, tak luput dari perhatian seseorang.
Video insiden tersebut dengan cepat menyebar di platform digital, memicu gelombang besar reaksi dari netizen. Sikap Bu Prani saat kejadian dinilai banyak pihak tidak mencerminkan etika dan kepribadian seorang pendidik. Akibatnya, ia langsung menjadi sasaran empuk kecaman, komentar negatif, bahkan ujaran kebencian dari berbagai penjuru dunia maya. Reputasinya sebagai guru seketika tercoreng di mata publik.
Namun, badai kecaman ini tidak berhenti pada Bu Prani saja. Dampak mengerikan dari viralnya video tersebut merembet hingga ke keluarganya. Anak-anak dan suaminya pun ikut terseret dalam pusaran penilaian dan penghakiman online. Segala gerak-gerik, tindakan, bahkan kehidupan pribadi masing-masing anggota keluarga mulai dikuliti, dicari-cari celahnya, dan dinilai negatif oleh masyarakat luas yang terpengaruh opini di internet.
Kehidupan Bu Prani dan keluarganya berubah drastis menjadi tidak tenang. Mereka merasa selalu diawasi dan apa pun yang mereka lakukan seolah selalu salah di mata publik. Kedamaian dan keharmonisan keluarga mereka perlahan terenggut. Beban emosional akibat tekanan sosial ini sangatlah berat. Puncaknya, karier Bu Prani sebagai seorang guru yang telah dibangunnya bertahun-tahun terancam berada di ujung tanduk. Kisah ini menjadi potret suram bagaimana kekuatan media sosial dapat menghakimi dan menghancurkan kehidupan pribadi serta keluarga dalam sekejap, hanya berdasarkan satu potongan video yang viral.