Film horor terbaru berjudul “Bloat” membawa angin segar sekaligus sentuhan klasik dalam genre screenlife found footage. Bayangkan perpaduan antara kengerian J-Horror khas Jepang dengan estetika film yang sepenuhnya ditampilkan melalui layar perangkat digital, dan itulah gambaran kasar dari film garapan Pablo Absento ini. Siap-siap saja untuk sedikit menguji batas kepercayaan Anda terhadap hal-hal mistis dan menikmati ketegangan yang dibangun perlahan namun pasti.
“Bloat” mengisahkan Jack (Ben McKenzie), seorang anggota Marinir yang masih berduka atas kehilangan putri ketiganya yang lahir mati. Demi mempererat kembali hubungan keluarganya, Jack berencana liburan mewah ke Tokyo. Namun, rencana indah itu harus tertunda ketika tugas mendadak memanggilnya ke Timur Tengah. Alhasil, sang istri, Hannah (Bojana Novakovic), dan kedua putranya, Steve (Malcolm Fuller) dan Kyle (Sawyer Jones), berangkat ke Jepang tanpa kehadirannya.
Meski berjauhan, Jack tetap berusaha terhubung dengan keluarganya melalui panggilan video FaceTime, sambil menjalankan pekerjaannya sebagai operator AI yang memantau berbagai aktivitas melalui drone. Semua tampak baik-baik saja hingga sebuah insiden terjadi: Kyle, putra bungsu Jack, nyaris tenggelam di sebuah kolam. Sejak saat itu, Kyle menunjukkan perilaku aneh. Ia menjadi agresif, menggigit kakaknya, dan hanya mau makan mentimun.
Kejanggalan perilaku Kyle mendorong Jack mencari jawaban di dunia maya. Ia terjerumus ke forum dark web yang berisi orang tua dengan kecurigaan serupa: anak mereka kerasukan. Dari sinilah Jack mulai terpapar pada cerita-cerita tentang hantu digital dan fenomena paranormal lainnya. Jack mungkin merasa ngeri dengan apa yang ia temukan, namun bagi penonton yang familiar dengan creepypasta atau film horor sejenis “Ringu”, mungkin hal ini terasa sedikit kurang menggigit.
Kondisi Kyle semakin memburuk, begitu pula dengan Hannah yang menunjukkan tanda-tanda penyalahgunaan obat resep. Khawatir, Jack meminta bantuan Ryan (Kane Kosugi), sahabatnya sesama mantan Marinir yang sedang berada di Jepang, untuk menyelidiki langsung apa yang terjadi. Perlahan, keduanya mulai meyakini bahwa Kyle kerasukan Kappa, makhluk mitologi Jepang yang dikenal sebagai iblis air. Jack dan Ryan pun berpacu dengan waktu untuk mencari bukti dan cara menyembuhkan Kyle sebelum terlambat.
Sebagai film screenlife, “Bloat” mengingatkan pada karya-karya Timur Bekmambetov (“Unfriended”, “Searching”). Penggunaan elemen visual layar komputer Jack memang terlihat apik, namun terasa kurang inovatif dalam mengembangkan format ini. Film ini sempat menyentil ironi pekerjaan Jack yang terbiasa menggunakan teknologi layar untuk melacak dan “menghabisi” target yang tak terlihat, namun juga menggunakannya untuk mencoba memperbaiki hubungan keluarganya yang retak.
Sayangnya, kemudahan Jack melacak lokasi keluarganya lewat fitur “Find My” atau memesan kamera pengawas untuk memata-matai mereka, serta Hannah yang dengan mudah memesan obat resep secara daring saat liburan, tidak diimbangi dengan komentar yang mendalam tentang dampak teknologi pada kehidupan modern, apalagi kecemasan keluarga masa kini. Ending film ini pun terasa kurang nendang dan gagal memberikan kesan yang kuat, meski Sawyer Jones sebagai Kyle berhasil menampilkan akting anak kecil yang menyeramkan.