Film Bliss membawa penonton masuk ke dalam potret sebuah hubungan yang diuji oleh waktu, rahasia masa lalu, dan tekanan dari luar. Di pusat cerita, kita bertemu pasangan Sassi dan Effi. Perbedaan usia yang cukup signifikan, di mana Sassi lebih dari dua puluh tahun di atas Effi, menjadi warna awal dalam dinamika mereka, meskipun bukan satu-satunya tantangan.
Sassi, yang usianya semakin senja, mulai merasakan kekhawatiran terhadap menurunnya kemampuan fisiknya. Setelah menjalani operasi, ia bahkan harus mencari pengobatan untuk mengatasi masalah impotensi. Kekhawatiran ini jelas membebani pikirannya. Di sisi lain, Effi, istrinya, memiliki pandangan berbeda. Ia meyakinkan Sassi bahwa kedekatan dan keintiman emosional yang mereka miliki jauh lebih penting daripada aspek fisik semata. Sebagai seorang terapis fisik, Effi sehari-hari berhadapan dengan pemahaman mendalam tentang hubungan erat antara kondisi fisik tubuh dan keadaan emosional atau hati seseorang. Pengalaman profesionalnya ini memperkuat keyakinannya tentang pentingnya koneksi non-fisik dalam sebuah hubungan.
Namun, harmoni yang rapuh dalam hubungan Sassi dan Effi tak luput dari gempuran masalah eksternal. Salah satu tantangan terbesar yang sudah lama membayangi adalah utang judi yang terus-menerus ditimbulkan oleh putra dewasa Sassi. Beban finansial ini menjadi sumber ketegangan yang konstan, menambah lapisan stres pada dinamika rumah tangga yang sebenarnya sudah cukup kompleks.
Keadaan semakin rumit dengan kemunculan dua sosok pemuda yang secara signifikan mempengaruhi kehidupan mereka. Pertama, Omri, cucu remaja Sassi, kembali ke rumah setelah sekian lama tinggal bersama ayahnya di Eropa. Omri tampak kehilangan arah, canggung, dan jelas membutuhkan bimbingan dalam hidupnya. Kehadirannya di rumah, dengan sikap alaminya yang cuek bahkan terkadang enggan memakai kemeja, membawa dinamika baru yang tak terduga ke dalam lingkungan rumah tangga Sassi dan Effi.
Kedua, seorang pasien muda muncul di kolam renang, tempat Effi sering melakukan sesi terapi fisik. Kedatangan pasien ini bukanlah kebetulan; ia datang untuk menghadapi Effi mengenai sesuatu dari masa lalu mereka berdua. Sesuatu yang rumit, penuh kontroversi, dan sangat menyakitkan untuk diingat atau dihadapi oleh Effi. Konfrontasi tak terduga ini membuka luka lama dan menghadirkan ancaman signifikan terhadap ketenangan batin Effi dan stabilitas hubungannya dengan Sassi.
Kembalinya sang cucu yang bermasalah dan kemunculan pasien dari masa lalu yang membawa beban rahasia, berbarengan dengan masalah finansial akibat utang anak Sassi dan kekhawatiran Sassi tentang usia, semua ini secara bersamaan menguji fondasi hubungan Sassi dan Effi. Pemahaman rapuh yang telah mereka bangun mulai goyah di bawah tekanan ancaman baru ini, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri Effi sendiri terkait masa lalunya. Film Bliss menggali bagaimana sebuah hubungan yang tampaknya stabil dapat begitu rentan ketika dihadapkan pada krisis pribadi dan keluarga yang berlapis, memaksa karakter-karakternya untuk menghadapi kenyataan pahit dan konsekuensi dari pilihan masa lalu.
Dengan alur yang berfokus pada kerumitan emosi manusia, dampak rahasia, dan dinamika keluarga yang penuh tekanan, Bliss menawarkan studi mendalam tentang kerapuhan “kebahagiaan” atau ‘bliss’ dalam menghadapi badai kehidupan yang tak terduga.
