Asterix: The Mansions of the Gods membawa penonton kembali ke desa Galia yang gigih, satu-satunya tempat yang belum berhasil ditaklukkan oleh Julius Caesar dan Kekaisaran Romawi. Di tengah rasa frustrasinya karena selalu gagal menaklukkan desa yang penuh dengan penduduk kuat dan ramuan ajaib ini, Caesar menyusun strategi baru yang licik. Ia tidak lagi mencoba menyerang secara langsung, melainkan berencana untuk “menaklukkan” desa Galia melalui jalur budaya dan ekonomi.
Rencana Caesar kali ini adalah membangun sebuah komplek perumahan mewah bergaya Romawi, yang diberi nama “The Mansions of the Gods,” tepat di sebelah desa Galia. Tujuannya jelas: dengan kehadiran peradaban Romawi yang menawarkan kemewahan dan kenyamanan, Caesar berharap penduduk Galia akan tergoda untuk meninggalkan cara hidup mereka yang sederhana dan bergabung dengan budaya Romawi. Ia ingin mengikis identitas Galia secara perlahan dan halus, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan iming-iming kehidupan modern ala Romawi.
Awalnya, pembangunan komplek mewah ini memang membuat penduduk desa Galia penasaran. Mereka menyaksikan dengan heran bagaimana para pekerja Romawi membangun gedung-gedung megah dan jalan-jalan lebar. Beberapa penduduk desa, bahkan sempat tergiur dengan janji-janji kemewahan yang ditawarkan oleh peradaban Romawi. Namun, Asterix dan Obelix, sebagai pahlawan desa yang selalu waspada terhadap tipu daya Roma, segera menyadari bahaya tersembunyi di balik proyek “Mansions of the Gods” ini.
Dengan kecerdikan dan bantuan ramuan ajaib dari dukun desa, Getafix, Asterix dan Obelix berusaha untuk menggagalkan rencana Caesar. Mereka tidak hanya berjuang secara fisik melawan pembangunan komplek perumahan tersebut, tetapi juga berusaha untuk menjaga nilai-nilai dan tradisi Galia tetap hidup di tengah gempuran budaya Romawi. Serangkaian kejadian lucu dan menegangkan pun terjadi saat Asterix dan Obelix berupaya melindungi desa mereka dari ancaman “penaklukan” yang lebih halus dan berbahaya ini. Film ini menggambarkan dengan jenaka bagaimana kekuatan persahabatan, kecerdasan, dan kekayaan budaya lokal mampu menghadapi ambisi kekuasaan dan modernisasi yang seragam. Pada akhirnya, desa Galia sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak mudah ditaklukkan, bahkan oleh rencana Caesar yang paling cerdik sekalipun.