13 The Haunted (2018) mengisahkan tentang sekelompok anak muda dari kalangan atas yang gemar mencari sensasi melalui media sosial. Rama, Celsi, Garin, Farel, Hana, Quincy, dan Fira, dikenal sebagai “The Jackals”. Mereka kerap membuat konten prank yang ekstrem dan kontroversial demi mendapatkan popularitas dan jumlah pengikut yang banyak di dunia maya. Kehidupan mereka yang penuh kemewahan dan kebebasan tanpa batas membawa mereka pada sebuah tantangan baru yang dianggap akan semakin melambungkan nama mereka: mengunjungi sebuah resor mewah bernama Pulau Ayunan yang telah lama ditutup dan dikabarkan berhantu. Pulau ini menyimpan legenda kelam tentang serangkaian peristiwa tragis yang menimpa pengunjung dan pengelolanya di masa lalu.
Dengan penuh percaya diri dan ambisi untuk menciptakan konten viral, The Jackals berangkat menuju Pulau Ayunan. Mereka mengabaikan berbagai peringatan dan cerita seram yang beredar mengenai pulau tersebut. Setibanya di sana, suasana indah namun mencekam langsung terasa. Resor yang dulunya megah kini tampak usang dan menyimpan aura negatif yang kuat. Awalnya, mereka mencoba menjadikan suasana seram itu sebagai bagian dari konten mereka, namun perlahan, kejadian-kejadian aneh mulai menimpa mereka satu per satu. Gangguan gaib yang mereka alami bukan lagi sekadar sensasi untuk kamera, melainkan ancaman nyata yang mengintai nyawa mereka. 13 The Haunted (2018) menunjukkan bagaimana kesombongan dan kehausan akan popularitas dapat membutakan mata terhadap bahaya.
Mereka menyadari bahwa pulau itu benar-benar dihuni oleh arwah-arwah penasaran yang tidak senang dengan kedatangan mereka. Terjebak di pulau terpencil tanpa sinyal dan jalan keluar, persahabatan mereka diuji. Ketakutan mulai menguasai, memunculkan konflik internal dan kepanikan. Mereka harus berjuang melawan entitas gaib yang terus meneror dan mengungkap misteri di balik tragedi Pulau Ayunan jika ingin selamat. Kisah ini menjadi refleksi tentang bahaya obsesi terhadap media sosial dan konsekuensi dari tindakan sembrono yang mengusik ketenangan entitas lain. Perjuangan mereka bukan lagi demi konten, melainkan demi bertahan hidup dari teror yang sesungguhnya.