Sinopsis Summer Camp (1979):
Bayangkan sebuah kamp musim panas bernama Malibu yang sedang di ujung tanduk kebangkrutan. Herman, sang direktur kamp yang diperankan oleh John F. Goff, punya ide brilian – atau mungkin sedikit nekat. Ia mengundang mantan anak-anak kamp yang kini sudah beranjak dewasa, memasuki usia 20-an, untuk menikmati akhir pekan gratis di sana. Tujuannya? Reunion seru ini diharapkan bisa memikat hati orang tua mereka, sehingga mau menyuntikkan dana segar untuk menyelamatkan kamp.
Herman berusaha keras menciptakan kembali suasana masa kecil yang manis dan polos. Tapi namanya juga anak muda yang sudah dewasa, apalagi setelah lama terpisah. Suasana polos itu dengan cepat berubah menjadi liar dan penuh gelora. Alih-alih bernostalgia dengan kegiatan masa kecil, mereka malah terlibat dalam serangkaian kenakalan dan tingkah polah yang semakin panas. Perang lelucon dan gurauan semakin menjadi-jadi, menciptakan kekacauan yang justru terasa… menyenangkan.
Premis tentang kamp yang hampir bangkrut itu sebenarnya hanya tempelan saja. Kita tidak benar-benar diajak peduli dengan nasib Camp Malibu. Fokus utama film ini adalah tingkah polah para “anak kamp” dewasa ini yang berkelakuan seperti anak kecil yang baru menemukan kebebasan. Mereka berulah, bercanda, dan terlibat dalam berbagai situasi kocak tanpa memikirkan beban atau konsekuensi. Mungkin ini yang membuat film ini terasa ringan dan menghibur, meskipun tanpa drama yang mendalam.
Meskipun tanpa stakes yang kuat, Summer Camp tetap menawarkan hiburan yang cukup memikat. Ada banyak situasi unik dan lelucon segar yang disajikan dengan apik oleh para pemainnya. Memang, kadang sulit membedakan siapa siapa karena beberapa karakter terlihat mirip, tapi justru di situlah letak kekacauan yang menambah keseruan. Beberapa karakter justru menonjol dengan keunikannya, seperti Horse yang diperankan Ray Holland. Aksinya yang mirip John Belushi benar-benar menghidupkan suasana dan memberikan beberapa dialog paling kocak dalam film.
Layaknya film-film kamp musim panas pada umumnya, Summer Camp memang terasa agak disjointed. Rentetan kejadian disajikan dengan cepat, seperti kumpulan anekdot yang saling sambung menyambung. Namun, dari segi editing, film ini bisa dibilang lebih “berani” dari yang lain. Meskipun berhasil menangkap momen-momen organik dan timing komedi yang pas, potongan gambar dalam film ini terkesan agak kasar dan tidak rapi. Tapi anehnya, justru kekurangsempurnaan ini memberikan kesan vintage yang kuat dan menambah sentuhan “nakal” pada film ini. Seolah-olah kita sedang mengintip kesenangan terlarang di balik layar.
Salah satu kekurangan Summer Camp adalah ketiadaan tokoh utama yang jelas. Tidak ada karakter sentral yang menjadi fokus cerita. Kita disuguhi ansambel pemain yang cukup baik, tapi kurang ada titik fokus untuk membuat penonton benar-benar terikat secara emosional. Padahal, biasanya film tentang kamp musim panas selalu menekankan pada pengalaman personal dan kenangan tak terlupakan. Aspek-aspek inilah yang seringkali membuat film-film sejenis memiliki tempat khusus di hati kita.
Namun, meski tanpa protagonis yang kuat, Summer Camp tetap menawarkan daya tarik tersendiri. Film ini seperti pesta liar yang seru dan tak terduga. Mungkin bukan film yang akan membuat Anda menangis atau berpikir keras, tapi Summer Camp adalah tontonan ringan yang mampu membangkitkan nostalgia masa muda yang nakal dan penuh kejenakaan. Jika Anda mencari hiburan vintage dengan sentuhan softcore klasik yang menggoda dan tidak terlalu serius, Summer Camp (1979) bisa menjadi pilihan yang menarik.
