Kartini: Princess of Java (2017) adalah sebuah film biografi yang mengangkat kisah perjuangan pahlawan emansipasi wanita Indonesia, Raden Adjeng Kartini, pada akhir abad ke-19 di Jepara, Jawa Tengah. Film ini menggambarkan kehidupan Kartini sejak usia muda di lingkungan keraton Jawa yang sangat kental dengan adat istiadat dan tradisi patriarki yang membatasi ruang gerak perempuan. Kartini, yang memiliki kecerdasan dan rasa ingin tahu yang besar, merasa terkekang oleh aturan-aturan tersebut.
Meskipun hanya diizinkan mengenyam pendidikan dasar formal hingga usia 12 tahun sebelum harus menjalani masa pingitan, Kartini tidak berhenti belajar. Ia melahap buku-buku dari kakaknya, Raden Mas Panji Sosrokartono, dan menjalin korespondensi dengan sahabat pena di Belanda. Melalui tulisan-tulisannya, Kartini menyuarakan kegelisahannya tentang nasib perempuan Jawa yang tidak memiliki kesempatan pendidikan yang sama dengan laki-laki dan terbelenggu oleh tradisi poligami serta pernikahan usia dini. Kartini: Princess of Java (2017) menyoroti semangat Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan pendidikan bagi kaumnya.
Film ini juga menampilkan hubungan Kartini dengan keluarganya, terutama dengan ayahandanya, Bupati Sosroningrat, yang simpatik namun terikat oleh adat, serta dengan saudara-saudara perempuannya, Roekmini dan Kardinah, yang menjadi teman seperjuangannya. Kartini berjuang keras untuk mendirikan sekolah bagi gadis-gadis pribumi di Jepara, sebuah langkah revolusioner pada masanya. Meskipun menghadapi banyak tantangan dan penolakan, semangat Kartini tidak pernah padam. Narasi ini adalah penghormatan terhadap visi dan keberanian Kartini yang melampaui zamannya, yang pemikirannya terus menginspirasi hingga kini.