Dilan 1990 (2018), diadaptasi dari novel laris karya Pidi Baiq, membawa penonton bernostalgia ke era tahun 1990 di Bandung. Film ini mengisahkan awal mula pertemuan dan kisah cinta antara Milea Adnan Hussain, seorang siswi pindahan dari Jakarta, dengan Dilan, seorang siswa SMA lokal yang dikenal sebagai anggota geng motor, panglima tempur, namun juga memiliki cara pendekatan yang unik, puitis, dan penuh percaya diri. Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Dilan dengan ramalannya yang nyeleneh mendekati Milea di jalan sepulang sekolah.
Pendekatan Dilan yang tidak biasa, seperti memberikan teka-teki silang yang sudah diisi atau mengirimkan surat cinta melalui biro jasa pos, berhasil menarik perhatian Milea. Meskipun awalnya ragu karena reputasi Dilan sebagai anak nakal, Milea perlahan-lahan luluh oleh perhatian, humor, dan cara pandang Dilan yang berbeda tentang dunia. Dilan mampu membuat Milea merasa istimewa dan terlindungi. Dilan 1990 (2018) menangkap esensi cinta monyet ala remaja tahun 90-an dengan dialog-dialog ikonik dan suasana kota Bandung tempo dulu yang kental.
Hubungan mereka tidak berjalan mulus begitu saja. Milea harus menghadapi kecemburuan dari teman-teman Dilan di geng motor, kekhawatiran dari keluarganya, serta kehadiran Beni, pacar Milea di Jakarta yang posesif. Dilan pun harus menghadapi konsekuensi dari keterlibatannya dalam perkelahian antar geng. Namun, di tengah semua itu, ikatan antara Dilan dan Milea semakin kuat. Film ini adalah tentang manisnya cinta pertama, keberanian menjadi diri sendiri, dan romantisme sederhana ala tahun 90-an yang berhasil memikat hati banyak penonton. Kisah Dilan dan Milea menjadi fenomena budaya yang mengingatkan kembali pada masa-masa SMA yang penuh kenangan.
