Dua Garis Biru (2019) mengangkat isu sensitif namun penting tentang kehamilan di luar nikah pada usia remaja. Cerita berpusat pada Bima dan Dara, sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMA. Mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda namun saling mencintai dengan tulus. Hubungan mereka yang awalnya penuh keceriaan dan kepolosan remaja berubah drastis ketika mereka melakukan hubungan terlarang yang mengakibatkan Dara hamil. Kenyataan ini mengguncang hidup mereka dan keluarga masing-masing.
Mengetahui kehamilan Dara, Bima dan Dara dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit dan konsekuensi besar dari tindakan mereka. Mereka harus memberanikan diri untuk memberitahu orang tua mereka, yang tentu saja bereaksi dengan syok, kemarahan, dan kekecewaan. Keluarga Bima yang sederhana dan keluarga Dara yang lebih mapan memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi situasi ini. Bima dan Dara dipaksa untuk tumbuh dewasa sebelum waktunya, menghadapi tekanan sosial, cibiran dari lingkungan sekolah, dan ketidakpastian masa depan mereka. Dua Garis Biru (2019) secara jujur menggambarkan dampak kehamilan remaja bagi semua pihak yang terlibat.
Film ini tidak menghakimi, melainkan mengeksplorasi kompleksitas emosi dan perjuangan yang dialami Bima, Dara, dan keluarga mereka. Mereka harus membuat keputusan besar tentang nasib bayi dalam kandungan Dara: apakah akan melanjutkan kehamilan atau mengambil jalan lain? Bagaimana mereka akan melanjutkan pendidikan? Bagaimana mereka akan membangun masa depan? Bima berusaha menunjukkan tanggung jawabnya meskipun usianya masih muda, sementara Dara bergulat dengan perubahan fisik dan emosional serta impian masa depannya yang terancam. Ini adalah narasi yang menyentuh tentang cinta, tanggung jawab, konsekuensi, dan pentingnya dukungan keluarga serta pendidikan seksualitas.