Malaikat Tanpa Sayap: Di sebuah sudut restoran yang hangat, Maya duduk gelisah, matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk. Ia tengah menanti seseorang yang seharusnya datang, namun takdir rupanya memiliki rencana lain. Bukannya bertemu dengan pria yang dinantikannya, Maya justru berhadapan dengan seorang kenalan yang tak terduga.
Dari pertemuan sela inilah, Maya kemudian diperkenalkan kepada sosok Bara. Awalnya mungkin terasa canggung, namun percakapan segera mengalir di antara keduanya. Mereka mulai saling mengenal, bertukar pandang tentang banyak hal mulai dari selera musik hingga pandangan hidup. Bara menemukan Maya sebagai pribadi yang memikat, penuh semangat dan keunikan yang sulit dijelaskan. Ada rasa penasaran yang besar dalam diri Bara mengenai wanita di hadapannya ini.
Namun, ada rahasia besar yang menyelimuti Bara, sesuatu yang sama sekali tak terlintas dalam benak Maya. Bara bukanlah sembarang orang. Ia adalah sosok dari alam lain, ditugaskan untuk mengetahui detail takdir kehidupan Maya yang akan segera berakhir. Tugasnya adalah memahami esensi kehidupan singkat yang akan dilalui Maya.
Dalam proses mengenal Maya lebih jauh, Bara justru dikejutkan oleh sifat serta cara pandang wanita itu terhadap dunia. Bagaimana mungkin seseorang dengan pancaran kebaikan dan kekuatan batin seperti Maya hanya memiliki jatah waktu hidup yang sangat singkat di dunia ini? Keheranan bercampur aduk dengan rasa haru dalam hati Bara.
Kisah ini, yang mengingatkan pada kedalaman rasa yang dihadirkan dalam “Malaikat Tanpa Sayap”, menyajikan intrik emosional yang kompleks. Di satu sisi, ada Maya yang polos menikmati momen perkenalan yang tak disangka, menemukan koneksi yang mendalam. Di sisi lain, ada Bara yang memikul beban pengetahuan tentang waktu singkat yang tersisa bagi Maya, sambil berusaha memahami makna di balik takdirnya sendiri. Sebuah perkenalan yang bukan hanya tentang menemukan seseorang yang baru, melainkan juga tentang memahami kerapuhan dan keindahan eksistensi dari sudut pandang yang tak biasa.
