Menghadapi Badai Batin: Perjalanan Tari dalam Bolehkah Sekali Saja Kumenangis
Setiap orang berharap memiliki rumah yang damai, tempat berlindung dari kerasnya dunia. Namun, bagi Tari, yang diperankan apik oleh Prilly Latuconsina, rumah justru menjadi sumber luka yang pelik. Ia harus berhadapan langsung dengan kenyataan pahit akibat sifat temperamen sang ayah yang menyisakan trauma mendalam, tak hanya baginya, tetapi juga bagi kakaknya. Goresan luka itu begitu menganga hingga sang kakak memutuskan mengambil jalan yang berat: pergi meninggalkan rumah demi ketenangan batin yang tak lagi didapat di sana.
Pilihan Tari berbeda. Di tengah badai yang berkecamuk di rumahnya, ia memilih bertahan. Bukan tanpa alasan, keputusannya dilandasi keinginan kuat untuk melindungi sang ibu, sosok yang juga menjadi sasaran amarah ayahnya. Pilihan ini menuntut pengorbanan besar; Tari harus menahan, bahkan memendam semua rasa sakit dan ketakutan sendirian. Ia berusaha keras menampilkan diri sebagai pribadi yang kuat, tegar menghadapi segalanya, seolah air mata adalah sebuah kelemahan yang harus disembunyikan. Tari mencoba menahan tangisnya, menutupi luka batin yang perlahan namun pasti menggerogoti pertahanan dirinya dari dalam.
Namun, beban yang dipikul sendirian terlalu berat. Perlahan, dinding kekuatan yang ia bangun mulai runtuh. Di tengah titik ringkih itulah, Tari menemukan secercah harapan melalui sebuah perkumpulan bernama “Support Grup”. Ruang ini menjadi wadah bagi mereka yang memiliki masalah serupa, tempat untuk saling berbagi, menguatkan, dan mendukung tanpa penghakiman.
Di dalam support grup inilah, Tari bertemu dengan Baskara, yang dibawakan oleh Dikta Wicaksono. Baskara, seperti Tari, juga membawa luka dan traumanya sendiri. Pertemuan ini membuka jalan baru bagi keduanya. Dalam kebersamaan, di tengah validasi dan pengertian yang didapat dari mereka yang mengalami hal serupa, Tari dan Baskara menemukan kekuatan pada diri masing-masing dan pada satu sama lain. Mereka saling mencoba membantu untuk bangkit, mengurai benang kusut luka batin yang selama ini membelenggu. Kisah perjuangan Tari dalam mencari kedamaian dan penyembuhan ini menjadi inti dari narasi emosional dalam film berjudul Bolehkah Sekali Saja Kumenangis.