Bila Esok Ibu Tiada: Kisah Perjuangan Keluarga Menemukan Kembali Harmoni
Kehilangan sosok sentral dalam sebuah keluarga adalah pengalaman yang menyakitkan, meninggalkan kekosongan yang sulit diisi. Inilah yang dialami sebuah keluarga dalam kisah yang diangkat dalam apa yang dikenal sebagai film berjudul “Bila Esok Ibu Tiada”. Kepergian Haryo, sang kepala keluarga, secara tiba-tiba menciptakan luka mendalam bagi mereka yang ditinggalkan.
Rahmi, sang istri, menjadi orang yang paling merasakan dampak kepergian ini. Di pundaknya kini bertumpu harapan untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga yang tercinta. Namun, upaya ini tidaklah mudah, terutama ketika anak-anaknya harus beradaptasi dengan perubahan drastis ini.
Ranika, anak sulung yang kini mengemban tanggung jawab sebagai tulang punggung, berusaha keras mengambil alih kemudi. Namun, gaya kepemimpinannya yang cenderung otoriter justru menciptakan friksi dan ketegangan di antara keempat saudara. Niat baik untuk menata dan menjaga kestabilan keluarga malah memicu perpecahan yang semakin mengikis ikatan darah mereka.
Di tengah badai konflik yang terus menerus menerpa, Rahmi, sang ibu, memegang teguh satu harapan besar. Ia mendambakan agar keempat anaknya dapat menemukan kembali jalan untuk hidup berdampingan dalam kedamaian, saling mendukung, dan mengesampingkan perbedaan yang ada. Harapan ini menjadi jangkar di tengah gejolak internal keluarga.
Kisah ini menyoroti betapa rapuhnya tatanan keluarga ketika dihadapkan pada duka dan perubahan peran. Konflik-konflik yang muncul, baik yang kecil maupun besar, menjadi ujian sesungguhnya bagi kekuatan ikatan persaudaraan dan harapan seorang ibu untuk melihat keluarganya kembali utuh dalam harmoni.