Almarhum: Mengungkap Petaka di Balik Kematian Selasa Kliwon
Film berjudul “Almarhum” menghadirkan sebuah kisah keluarga yang terperangkap dalam bayangan misteri dan kepercayaan tradisional. Ceritanya dimulai dengan duka mendalam yang menimpa satu keluarga setelah kepergian sang ayah, Pak Mulwanto, yang meninggal dunia tepat pada hari Selasa Kliwon.
Tanggal kematian ini bukan tanpa makna, sebab ia terhubung dengan sebuah mitos yang telah lama beredar di masyarakat Indonesia; mitos yang menyebutkan bahwa siapa pun yang meninggal pada hari Selasa Kliwon memiliki kekuatan gaib untuk ‘menarik’ anggota keluarga lainnya agar ikut menyusul ke alam baka. Ketakutan akan ramalan kelam ini sontak menyelimuti keluarga Pak Mulwanto. Demi menangkal potensi petaka lanjutan, mereka memilih untuk berpegang teguh pada tradisi, menjalankan serangkaian ritual yang dipercaya dapat melindungi mereka dari ancaman yang tak terlihat tersebut.
Namun, di tengah kepanikan dan ketaatan pada tradisi, muncul sudut pandang yang berbeda dari Wisesa. Sebagai anak sulung yang berprofesi sebagai dokter, latar belakangnya yang kental dengan ilmu pengetahuan dan logika membuatnya sulit menerima penjelasan yang berbau mistis. Bagi Wisesa, ritual-ritual tersebut terasa tidak masuk akal dan tidak didasari bukti yang dapat diverifikasi secara ilmiah.
Penolakan Wisesa bukan tanpa alasan. Ia justru merasa terpanggil untuk mencari kebenaran yang lebih logis di balik kejadian tragis ini. Bersama saudara-saudaranya, ia memulai penelusuran untuk membongkar misteri yang sesungguhnya. Apakah kematian Pak Mulwanto hanyalah kebetulan yang bertepatan dengan hari keramat, ataukah ada faktor lain yang jauh lebih kompleks dan mungkin lebih mengerikan di balik serangkaian kejadian aneh yang mulai mereka alami?
“Almarhum” (2025) mengajak penonton menyaksikan pergulatan batin keluarga ini dalam menghadapi ketakutan, keraguan, dan upaya mereka menemukan titik terang di antara bayang-bayang mitos dan realitas. Ini adalah kisah tentang bagaimana sebuah keluarga menghadapi duka dan ancaman yang dipersepsikan, memaksa mereka memilih antara mengikuti jejak leluhur atau menggali fakta yang mungkin lebih menakutkan.