Film “A Million Miles Away” menghadirkan kisah inspiratif yang mengajarkan tentang ketekunan, dukungan keluarga, dan keyakinan tak goyah untuk meraih mimpi yang tampaknya mustahil. Ini adalah perjalanan hidup nyata José Hernández, seorang pria yang mengukir sejarah sebagai buruh tani migran pertama yang pergi ke luar angkasa.
Cerita dimulai pada akhir 1960-an dan 70-an, ketika José masih kecil. Keluarganya adalah buruh migran dari Michoacán, Meksiko, yang berpindah-pindah ke berbagai tempat di California untuk memetik anggur. Orang tuanya bekerja sangat keras, bermimpi bisa mengumpulkan cukup uang untuk membeli rumah di kampung halaman mereka. José kecil ikut membantu di ladang setelah jam sekolah. Namun, gurunya yang jeli, Ms. Young, melihat potensi luar biasa dalam diri José. Ia mengunjungi orang tua José dan mengungkapkan kekhawatiran bahwa gaya hidup berpindah-pindah akan mengganggu pendidikannya. Kekhawatiran Ms. Young semakin terasa relevan ketika ayah José hanya dibayar sebagian dari upahnya. Kejadian itu membuat sang ayah sadar, dan keluarga Hernández akhirnya membuat keputusan penting: mereka akan menetap permanen di California demi masa depan anak-anak mereka, terutama José.
Bertahun-tahun berlalu, José berhasil meraih pendidikan tinggi. Ia lulus dari University of the Pacific dan mendapatkan pekerjaan sebagai insinyur di Lawrence Livermore National Laboratory. Di lingkungan kerja yang baru, ia bahkan merasa perlu mengubah penampilannya, menukar mobil Impala kesayangannya dengan yang lebih “biasa”. Di sinilah takdir mempertemukannya dengan Adela, wanita yang kelak menjadi istrinya. Meskipun pertemuan pertama dengan keluarga Adela cukup mendebarkan, hubungan mereka berkembang hingga akhirnya menikah dan memiliki lima orang anak. Karier José pun terus menanjak; ia yang dulunya mungkin diabaikan, kini justru memberikan instruksi kepada rekan-rekan penelitinya.
Titik balik muncul ketika atasannya menawarkan kesempatan untuk bergabung dengan tim ke Rusia. Sang atasan menyebutkan bahwa pengalaman internasional seperti itu akan sangat mengesankan untuk lamaran ke program antariksa NASA. Ide itu menyulut api mimpi dalam diri José. Ia mulai melamar, namun berkali-kali ditolak. Tidak menyerah, ia mengantarkan sendiri lamaran ke-12-nya kepada Frederick Sturckow, seorang astronot veteran dan pelatih calon astronot baru. Ketekunan dan semangat José membuat Sturckow terkesan, dan tak lama kemudian, ia pun diterima di program yang didambakannya.
Namun, perjalanan di NASA tidak mulus. Awalnya, José tertinggal dalam pelatihan dibandingkan rekan-rekan seangkatannya. Cobaan datang lagi ketika ia mendengar kabar kematian sepupu sekaligus sahabat karibnya, Beto. Kehilangan ini sempat menggoyahkan fokusnya, hingga Sturckow memberinya dorongan keras untuk bangkit dan mengejar ketertinggalan. Ia juga mendapatkan pelajaran berharga dari Kalpana Chawla, salah satu pelatih kepala, yang menggambarkan betapa berharganya setiap kerja keras mereka demi kesempatan pergi ke luar angkasa. Kalpana juga memberitahunya bahwa ia terpilih sebagai Mission Specialist untuk misi STS-107 dengan Pesawat Ulang-alik Columbia.
José dan keluarganya menyaksikan siaran langsung pendaratan Columbia yang tragis. Berita hancurnya pesawat itu sangat mengejutkan dan menyedihkan, terutama karena melibatkan Kalpana Chawla. Namun, tragedi ini tidak mematahkan semangat José. Ia justru semakin termotivasi, terus berlatih, dan mulai menunjukkan keunggulan di antara rekan-rekannya di NASA.
Pada tahun 2008, momen yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Sturckow memanggilnya untuk bertemu tim seleksi, yang mengumumkan bahwa ia terpilih sebagai Mission Specialist untuk misi STS-128. José bergegas memberi tahu Adela di restorannya di luar area NASA. Keluarga menyaksikan konferensi pers, di mana José dengan rendah hati mengutip kata-kata Beto: sungguh pas bagi seorang buruh tani migran untuk menjelajahi hal-hal tak dikenal di antariksa. Menjelang keberangkatan, saat ia menjalani karantina, Adela memberinya kejutan manis: Ms. Young, gurunya di masa kecil, datang mengunjunginya. Ms. Young mengungkapkan bahwa ia telah menunggu momen ini selama lebih dari 30 tahun, selalu mengikuti perkembangan José dan percaya pada potensi besarnya sejak dulu.
Hari peluncuran tiba. José dan kru lainnya bersiap dan akhirnya meluncur ke orbit. Setelah mesin utama mati, di keheningan kabin pesawat ulang-alik, José melihat sekeliling dan membayangkan kupu-kupu raja yang sama yang pernah hinggap di lengan ayahnya bertahun-tahun lalu—simbol penanda bahwa ia telah mencapai takdirnya, jutaan mil jauhnya dari ladang anggur yang menjadi awal kisahnya.
Film ini ditutup dengan catatan bahwa Misi STS-128 tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional selama 13 hari, dan selama di sana, José menikmati taco dan mendengarkan lagu “El Hijo del Pueblo” karya José Alfredo Jiménez. José Hernández bukan hanya menjadi buruh tani migran pertama di luar angkasa, tetapi juga bukti hidup bahwa dengan kerja keras, dukungan orang tercinta, dan keyakinan pada diri sendiri, tidak ada mimpi yang terlalu jauh untuk digapai. Hingga hari ini, José masih memetik anggur, namun bukan lagi di ladang orang lain, melainkan di kebun anggurnya sendiri, Tierra Luna Cellars, di Lodi, California. Itulah kisah inspiratif di balik film “A Million Miles Away”.
