Film Filipina berjudul “Biyak” memasuki ranah drama dewasa dengan sentuhan erotis yang kental, khas produksi Vivamax yang berani. Judulnya sendiri, “Biyak,” dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai retak atau pecah, sebuah kata yang tampaknya sangat pas menggambarkan kondisi kehidupan karakter-karakter yang dihadirkan dalam film ini. Kisah “Biyak” berpusat pada perjalanan emosional Violet, seorang wanita muda yang memutuskan untuk mencari ibu kandungnya setelah sekian lama terpisah. Pertemuannya tidak hanya membawanya pada sosok ibu yang asing, tetapi juga seorang saudara tiri bernama Samantha, yang kehadirannya justru membuka lembaran kelam masa lalu yang tak pernah ia duga.
Awal pertemuan Violet dengan ibu dan Samantha terasa canggung, diwarnai kebingungan dan upaya untuk saling memahami. Namun, di balik permukaan yang tampak biasa, perlahan terkuak bahwa Violet dan Samantha memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang mereka bayangkan. Keduanya ternyata tumbuh dalam lingkungan yang keras dan penuh trauma. Dunia mereka berputar di sekitar narkoba dan pelecehan seksual, dua sisi kelam kehidupan yang sayangnya menjadi benang merah yang menghubungkan mereka.
“Biyak” tidak malu-malu dalam menggambarkan realita pahit ini. Film ini menyajikan adegan-adegan yang cukup eksplisit dan panas, yang menjadi ciri khas film-film dewasa Vivamax. Namun, lebih dari sekadar tontonan erotis, “Biyak” tampak berusaha menggali lebih dalam ke psikologi karakter-karakternya. Mengapa Violet dan Samantha bisa terjerumus ke dalam lingkaran setan narkoba dan trauma seksual? Bagaimana pengalaman-pengalaman buruk ini membentuk kepribadian dan hubungan mereka?
Film ini seolah mengajak penonton untuk mengintip ke dalam kehidupan yang “retak” ini, tanpa menghakimi, namun juga tidak membenarkan. Kita melihat bagaimana Violet dan Samantha, meskipun berasal dari latar belakang keluarga yang sama namun dengan pengalaman yang berbeda, mencoba untuk mencari pelarian dan pemahaman di tengah dunia yang terasa kejam. Dalam kebersamaan yang tidak terduga ini, mereka justru menemukan semacam solidaritas, sebuah ikatan yang terbentuk dari luka dan pengalaman pahit yang sama.
“Biyak” merupakan contoh film semi Filipina yang mencoba menawarkan sesuatu lebih dari sekadar konten dewasa. Film ini, meskipun dibalut dengan adegan-adegan panas yang mungkin menjadi daya tarik utama bagi sebagian penonton, juga menyentuh isu-isu sosial yang relevan, seperti dampak trauma masa lalu, penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan seksual. Film ini mungkin terasa “sepi” dalam artian menghadirkan kisah yang kelam dan suram, jauh dari hingar bingar kehidupan ideal yang sering ditampilkan di layar kaca. Namun, justru dalam kesepian dan kegelapan inilah, “Biyak” mencoba menemukan secercah cahaya, sebuah kemungkinan untuk saling memahami dan mungkin, perlahan-lahan menyembuhkan luka.
